Allah menjelaskan hakikat dan keagungan diri-Nya sebagai penegasan dari sifat-sifat-Nya yang telah dijelaskan pada ayat yang baru lalu, yaitu bahwa Allah di atas segala-galanya. Zat-Nya Yang Agung itu tidak dapat dijangkau oleh indera manusia, karena indera manusia itu memang diciptakan dalam susunan yang tidak siap untuk melihat zat-Nya. Sebabnya tidak lain karena manusia itu diciptakan dari materi, dan inderanya hanya menangkap materi-materi belaka dengan perantaraan materi pula; sedangkan Allah bukanlah materi. Maka wajarlah apabila Dia tidak dapat dijangkau oleh indera manusia. Yang dimaksud dengan Allah tidak dapat dijangkau dengan indera manusia, ialah selama manusia masih hidup di dunia. Sedangkan pada hari Kiamat, orang-orang beriman akan dapat melihat Allah. Nabi Muhammad bersabda: Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu di hari Kiamat seperti kamu melihat bulan di malam bulan purnama, dan seperti kamu melihat matahari di kala langit tidak berawan." (Riwayat al-Bukhari dan Jarir, shahih al-Bukhari IV: 283). Allah berfirman: Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Memandang Tuhannya. (al-Qiyamah/75: 22-23) Kemungkinan melihat Tuhan di hari Kiamat, khusus bagi orang-orang mukmin sedangkan orang-orang kafir kemungkinan melihat Allah tertutup bagi mereka. Allah berfirman: Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya. (al-Muthaffifin/83: 15) Allah menegaskan bahwa Dia dapat melihat segala sesuatu yang dapat dilihat, dan basirah (penglihatan)-Nya dapat menembus seluruh yang ada, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya, baik bentuk maupun hakikat-Nya. Di akhir ayat ini Allah menegaskan lagi bahwa Zat-Nya Mahahalus, tidak mungkin dijangkau oleh indera manusia apalagi hakikat-Nya dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu betapa pun halusnya, tidak ada yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya. (104) Allah menjelaskan kepada kaum Muslimin bahwasanya tanda-tanda bukti kebenaran dan dalil-dalil yang kuat telah datang kepada mereka dari-Nya. Tanda-tanda bukti kebenaran dan dalil-dalil yang kuat itu dapat diketahui oleh mereka baik berupa tanda-tanda kekuasaan Allah di jagat raya maupun petunjuk Allah yang diberikan kepada mereka dengan perantaraan Nabi Muhammad berupa wahyu. Kedua bukti itu dapat memperkuat keyakinan mereka tentang adanya Allah. Sesudah itu Allah menandaskan bahwa barang siapa yang dapat melihat kebenaran dengan jalan memperhatikan kedua bukti itu, dan meyakini adanya Allah serta melakukan amal yang baik, maka manfaat dari semuanya itu adalah untuk dirinya sendiri. Akan tetapi sebaliknya barang siapa yang tidak mau melihat kebenaran atau berpura-pura tidak mengerti, maka akibat buruk dari sikapnya itu akan menimpa dirinya sendiri. Allah berfirman: Barang siapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa berbuat jahat maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. (Fussilat/41: 46. Perhatikan pula al-Isra'/17: 7) Di akhir ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk mengatakan kepada kaumnya bahwa Muhammad sekali-kali bukanlah pemelihara mereka, yakni Nabi Muhammad sekali-kali tidak ditugaskan mengawasi amal-amal mereka dan tidak dapat membuat mereka menjadi mukmin. Dia hanyalah seorang utusan Allah yang ditugaskan untuk menyampaikan wahyu yang telah diterimanya. Sebenarnya yang mengawasi amal mereka ialah Allah. Dia mempunyai pengawasan yang tak terbatas terhadap semua amal mereka baik yang mereka lakukan secara terang-terangan ataupun yang mereka lakukan secara sembunyi-sembunyi. Semua amal itu akan diberi balasan yang setimpal.
Sumber : Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia