Dengan ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan kebun-kebun yang menjalar dan yang tidak menjalar tanamannya. Dialah yang menciptakan pohon kurma dan pohon-pohon lain yang buahnya beraneka ragam bentuk warna dan rasanya. Seharusnya hal itu menarik perhatian hamba-Nya dan menjadikannya beriman, bersyukur dan bertakwa kepada-Nya. Dengan pohon kurma saja mereka telah mendapat berbagai macam manfaat. Mereka dapat makan buahnya yang masak tapi masih segar, yang manis rasanya dan dapat pula mengeringkannya sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama dan dapat dibawa ke mana pun dalam perjalanan serta tidak perlu dimasak lagi seperti masakan lainnya. Bijinya dapat dijadikan makanan unta. Batang, daun, pelepah dan seratnya, dapat diambil manfaatnya. Kalau dibandingkan dengan pohon-pohon di Indonesia pohon kurma itu seperti pohon kelapa. Allah mengaruniakan pula pohon zaitun dan delima, ada yang serupa bentuk tapi beda rasanya. Allah membolehkan hamba-Nya menikmati hasil dari berbagai macam pohon dan tanaman itu sebagai karunia dari Allah. Maka tidak ada hak sama sekali bagi hamba-Nya untuk mengharamkan apa yang telah dikaruniakan-Nya. Karena Allah-lah yang menciptakan, Allah-lah yang memberi, maka Allah pulalah yang berhak mengharamkan atau menghalalkannya. Kalau ada di antara hamba-hamba-Nya yang mengharamkannya maka ia telah menganggap dirinya sama kedudukannya dengan Allah, dan orang-orang yang menaatinya berarti telah menyekutukan Allah dan inilah syirik yang tak dapat diragukan lagi. Maksud mengharamkan makanan di sini ialah menjadikannya haram untuk dimakan, bila dimakan tentu berdosa. Adapun melarang makanan karena alasan kesehatan, dilarang dokter atau karena sebab-sebab lain yang membahayakan, tidaklah termasuk syirik, karena kita diperintahkan Allah untuk menjauhkan diri dari bahaya. Kemudian Allah memerintahkan untuk memberikan sebagian dari hasil tanaman diwaktu panen kepada fakir miskin, kaum kerabat dan anak yatim, untuk mensyukuri nikmat Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepada manusia. Ibnu Mundzir, Abu Syaikh dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abi Sa'id al-Khudri bahwa Rasulullah saw menafsirkan firman Allah: (al-An'am/6: 141) dengan, "berikan hak fakir miskin dari apa yang gugur dari tangkainya." Artinya gugur ketika dipanen. Dalam hal ini, Mujahid berkata, "Apabila kamu sedang panen dan datang orang-orang miskin, maka pukullah tangkai buah yang kamu panen itu dan berilah mereka apa yang jatuh dari tangkainya; apabila kamu telah memisahkan biji dari tangkainya maka berilah mereka sebagian dari padanya. Apabila engkau telah menampi membersihkan dan mengumpulkannya serta telah diketahui berapa banyak kadar nilai dari hasil panen itu, maka keluarkanlah zakatnya." Maimun bin Mihran dan Zaid bin al-A'sham meriwayatkan bahwa penduduk kota Madinah, bila mereka memanen kurma mereka membawa tangkai-tangkai kurma ke mesjid, lalu mereka letakkan di sana, maka berdatanganlah fakir miskin, lalu dipukulkannya tangkai kurma itu dan diberikannya kepada mereka kurma yang berjatuhan dari tangkainya. Menurut Sa'id bin Jubair, hal ini berlaku sebelum turunnya perintah zakat. Orang-orang Arab selalu memberikan sebagian dari hasil tanamannya untuk makanan binatang, sedekah kepada anak yatim dan fakir miskin. Kebiasaan ini dilestarikan oleh Islam ketika memberlakukan wajib zakat (pada tahun kedua Hijriah dimana zakat hasil pertanian harus diberikan atau dikeluarkan segera begitu mereka panen, tanpa ditangguhkan). Selanjutnya Allah melarang makan berlebih-lebihan, karena hal itu sangat berbahaya bagi kesehatan dan dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit yang mungkin membahayakan jiwa. Allah Yang Maha Pengasih kepada hamba-Nya tidak menyukai hamba-Nya yang berlebih-lebihan itu.
Sumber : Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia