Dalam ayat ini, Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar meninggalkan tempat tinggal mereka jika di sana mereka tidak dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan agama, dan hidup dalam keadaan tertindas. Ayat ini mengandung suatu prinsip universal yang menyatakan bahwa bumi Allah ini diciptakan untuk kepentingan manusia. Seseorang boleh tinggal di mana saja ia inginkan apabila merasa aman di tempat itu. Di tempat yang baru itu, kaum Muslimin akan menemukan saudara-saudara dan keluarga-keluarga yang baru sebagai ganti dari saudara dan keluarga yang mereka tinggalkan, karena pada asasnya seluruh kaum Muslimin adalah bersaudara, saudara seiman, senasib dan seperjuangan. Prinsip lain yang terkandung dalam ayat ini ialah agama Islam menyuruh penganutnya agar jangan terlalu fanatik kepada kampung halaman dan tempat kelahirannya. Tanah air wajib dibela, dibina, dan dibangun, demikian pula bangsa wajib dimajukan. Akan tetapi, janganlah sekali-kali karena terlalu mementingkan tanah air dan bangsa sendiri, berakibat merugikan negara dan bangsa lain. Seakan-akan Allah mengingatkan bahwa alam semesta ini adalah milik Allah dan diciptakan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu, manusia diperintahkan untuk menggunakan alam ini sesuai dengan tujuan Allah menciptakannya. Jangan sekali-kali ada yang mengaku bahwa sesuatu adalah miliknya yang mutlak. Kepemilikan seseorang atas sesuatu hanyalah sementara, dan pada saatnya milik itu akan diambil oleh-Nya kembali. Ungkapan kalimat ayat di atas juga mengingatkan kaum Muslimin akan luas dan banyaknya milik Allah, agar mereka melayangkan pandangan jauh ke depan, dan tidak berpandangan sempit dan terbatas. Ungkapan itu mengingatkan kaum Muslimin agar jangan hanya melihat tempat kediaman sendiri dan beranggapan bahwa bumi itu hanyalah terbatas pada tempat tinggal mereka saja. Anggapan yang demikian itu salah. Bumi Allah itu lebih luas dari yang mereka perkirakan semula. Kalau mereka keluar dari negeri sendiri pergi menjelajahi negeri-negeri yang ada di dunia ini, tentu mereka akan melihat dan memperoleh pengalaman yang berharga dalam perjalanan itu. Mereka juga akan memperoleh kelapangan sesudah kesempitan dan sebagainya. Allah berfirman: Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. (an-Nisa'/4: 100) Kemudian dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda: Semua negeri adalah negeri Allah, dan semua hamba adalah hamba Allah, maka di mana saja kamu mendapat kebaikan (rezeki) maka bertempat tinggallah . (Riwayat Ahmad dari az-Zubair bin al-'Awwam) Allah memerintahkan agar hamba-hamba-Nya yang beriman hijrah meninggalkan kampung halaman mereka, karena Ia menjamin kehidupan mereka di bumi tempat mereka hijrah itu. Melaksanakan perintah hijrah meninggalkan kampung halaman adalah suatu perintah yang sangat berat dilaksanakan oleh seseorang, karena hal itu berarti ia berpisah dan meninggalkan famili dan kaum kerabatnya. Ia juga meninggalkan rumah dan pekarangan yang telah lama dirawat dan dibinanya, serta harta benda dan binatang ternak kesayangannya. Ia akan berpisah dengan negeri dan segala isinya, yang selama ini seakan-akan telah menyatu dengan dirinya sebagaimana bersatunya tubuh dengan anggota-anggota tubuh lainnya. Oleh karena itu, Allah menyampaikan perintah hijrah itu dengan nada yang lemah lembut dan halus sekali, seakan-akan diperintahkan kepada mereka, "Wahai hamba-hamba-Ku yang telah beriman kepada-Ku, ingatlah olehmu bahwa Aku telah menciptakan bumi yang luas ini untuk kamu semua. Oleh karena itu, manfaatkan dan tempatilah bumi itu olehmu." Dalam seruan itu tergambar pula janji yang diharapkan oleh orang-orang yang hijrah itu, yaitu Allah akan membalas amal mereka karena kepatuhan mereka melaksanakan seruan-Nya. Balasan itu berupa rumah-rumah yang lebih baik dari rumah yang mereka tinggalkan, dan harta yang lebih banyak berkahnya dari harta yang mereka tinggalkan. Demikian pula saudara-saudara dan kerabat-kerabat mereka akan diganti dengan kerabat yang lebih baik dan luhur dari saudara dan kerabat yang mereka tinggalkan selama mereka tetap menghambakan diri kepada-Nya dan melaksanakan dakwah kepada manusia. Nabi saw dan kaum Muslimin telah memenuhi panggilan suci itu. Mereka hijrah kepada Allah baik secara perorangan maupun secara rombongan. Pertama kali mereka hijrah ke Ethiopia (Habsyah).*) Di sana Allah menempatkan mereka di tempat yang mulia. Kemudian mereka hijrah ke Medinah, yang akhirnya menjadi tempat hijrah kaum Muslimin terutama setelah Rasulullah saw juga hijrah ke sana. Di Medinah orang-orang Muhajirin (kaum Muslimin yang datang dari Mekah) diterima dengan tangan terbuka dan senang hati oleh kaum Anshar (penduduk asli Medinah yang telah masuk Islam), seakan-akan kaum Muhajirin itu adalah tamu-tamu yang mereka nanti-nantikan kedatangannya selama ini. Rumah-rumah dan harta mereka dimanfaatkan bersama dengan orang Muhajirin yang baru datang, yang tidak membawa sesuatu apa pun dari Mekah. Bahkan terlihat kaum Anshar telah mengutamakan kaum Muhajirin dari diri mereka sendiri. Demikian eratnya hubungan kedua golongan itu sehingga Rasulullah menjadikan keduanya sebagai hubungan karib-kerabat. Bahkan pada permulaan hijrah, kelompok Muhajirin dan Anshar dapat saling mewarisi di antara mereka. Dengan kedatangan kaum Muhajirin itu, kota Medinah menjadi semakin semarak dan berkembang. Kota itu kemudian menjadi pusat pembinaan masyarakat Islam, tempat berkumpul kaum Muslimin dari segala penjuru dan akhirnya menjadi pusat pemerintahan Islam. Hubungan erat antara golongan Muhajirin dan Anshar dipuji Allah sebagai hubungan yang menjadi dasar terbentuknya masyarakat Islam. Allah meninggikan kedudukan Muhajirin karena telah mengorbankan semua yang mereka miliki, untuk kepentingan agama Allah, sedangkan kaum Anshar adalah penolong-penolong agama. Mereka bersedia menginfakkan apa yang mereka miliki untuk kepentingan agama. Semua yang dialami oleh orang-orang Muhajirin setelah sampai dan menetap di Medinah serta membaur dengan penduduk asli Medinah, yaitu golongan Anshar, merupakan bukti kebenaran janji Allah kepada mereka ketika mereka diperintahkan hijrah ke Medinah. Ayat ini ditutup dengan perkataan, "Karena itu hanya kepada-Nyalah kamu menyembah." Kalimat ini berarti bahwa bumi ini luas sekali dan merupakan kepunyaan Allah. Di mana saja manusia berada dan bertempat tinggal, maka tempat itu adalah milik Allah. Oleh karena itu, sudah sepantasnya manusia mengesakan dan menghambakan diri kepada-Nya. Ayat di atas merupakan dakwah samawiyah kepada manusia untuk membebaskan dirinya baik fisik maupun jiwa dari segala macam keterikatan dan belenggu materiil atau spiritual yang dapat mengganggu gerak-geriknya, dan menghalangi kebebasannya. Dalam kehidupan di mana saja dan dalam situasi apa saja, manusia tidak akan mendapatkan kebebasan, kemerdekaan, kelangsungan hidup dan kelangsungan jenisnya yang hakiki, sebagaimana yang telah ditetapkan Allah, seandainya ia sendiri tidak berusaha dengan sungguh-sungguh ke arah itu. Jika mereka berusaha, tentu mereka akan memperolehnya. Sebaliknya jika mereka tidak berusaha, berarti mereka telah menganiaya diri sendiri dan tidak akan memperoleh apa yang mereka inginkan. Dakwah Islam adalah untuk membebaskan manusia dari penindasan dan kesesatan. Oleh karena itu, kaum Muslimin diwajibkan berjihad menentang penindasan dan kesesatan itu dengan jalan mengorbankan harta dan jiwa mereka. Jihad yang paling tinggi nilainya dan paling utama bagi seorang mukmin ialah jihad yang dilakukan untuk membebaskan diri sendiri dari penindasan dan kesesatan, sesudah itu jihad baru dilanjutkan kepada orang lain. Seorang mukmin harus membebaskan diri dari segala penindasan yang bersifat merendahkan dan menghinakan, sehingga ia harus memberantas kedua penyakit itu. Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, "Bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab, "Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah)." Mereka (para malaikat) bertanya, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?" Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali, (an-Nisa'/4: 97) Pada ayat di atas, Allah menjanjikan azab yang sangat pedih di akhirat nanti kepada orang-orang yang hina dan lemah itu karena telah merendahkan agama dan meremehkan diri di hadapan orang-orang kafir. Mereka tidak ubahnya seperti barang dagangan yang berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Mereka tidak sanggup menyatakan kehendak dan keinginan mereka, apalagi berdakwah ke jalan kebaikan. Oleh karena itu, dakwah Islam ditujukan untuk membebaskan manusia, mengembangkan akal, dan menghilangkan segala macam tekanan pada hati dan jiwa, sebagaimana dakwah itu ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia, sebagai makhluk yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya.
Sumber : Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia