Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa pesihir itu telah dikalahkan di tempat itu, dan jadilah mereka orang-orang yang hina dina. Artinya bila sebelum peristiwa itu, para pesihir merasa bangga percaya diri secara berlebihan, maka setelah kekalahan itu tersingkaplah kebohongan dan kepalsuan mereka, karena sihir mereka tidak mempunyai kekuatan sama sekali. Di samping itu, karena kekalahan tersebut, sirnalah sudah harapan mereka untuk mendapatkan harta benda, pangkat dan kekayaan yang tadinya telah dijanjikan Firaun kepada mereka. Kekalahan para pesihir tersebut berarti kekalahan Firaun dan para pembesarnya. Pada mulanya mereka percaya bahwa para pesihir yang terpandai yang mereka kumpulkan dari berbagai tempat dalam wilayah kekuasaannya, dengan mudah dapat mengalahkan Nabi Musa. Karena itu ia mengobral janji, tetapi ternyata para pesihirnya itu mengalami kekalahan, dan Nabi Musa mendapat kemenangan, maka pudarlah harapan Firaun dan pemuka-pemukanya untuk dapat mempertahankan kebesaran dan kekuasaannya. Hilanglah kehebatan mereka di mata orang banyak, dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Apalagi peristiwa tersebut terjadi pada salah satu hari raya mereka dan tidak disaksikan orang banyak. Mengenai ini Allah berfirman dalam ayat lain: Dia (Musa) berkata, "(Perjanjian) waktu (untuk pertemuan kami dengan kamu itu) ialah pada hari raya dan hendaklah orang-orang dikumpulkan pada pagi hari (dhuha)." (thaha/20: 59)
Sumber : Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia