Ayat ini merupakan penegasan yang terakhir kepada pemakan riba. Nadanya pun sudah bersifat ancaman keras dan dihadapkan kepada orang yang telah mengetahui hukum riba, tetapi mereka masih terus melakukannya. Ini berarti bahwa mereka yang tidak mengindahkan perintah Allah, disamakan dengan orang yang memerangi agama Allah. Mereka akan diperangi Allah dan Rasul-Nya. "Diperangi Allah", maksudnya bahwa Allah akan menimpakan azab yang pedih kepada mereka di dunia dan di akhirat. "Diperangi rasul-Nya" ialah para rasul telah memerangi pemakan riba di zamannya. Orang pemakan riba dihukumi murtad dan penentang hukum Allah, karena itu mereka boleh diperangi. Jika pemakan riba menghentikan perbuatannya, dengan mengikuti perintah-perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya, mereka boleh menerima kembali pokok modal mereka, tanpa dikurangi sedikit pun juga. Menurut riwayat Ibnu Jarir, ayat 278 dan 279 ini diturunkan berhubungan dengan kesepakatan Abbas bin Abdul Muttalib dengan seseorang dari Bani Mugirah. Mereka sepakat pada zaman Arab jahiliah untuk meminjamkan uang yang disertai bunga kepada orang dari golongan Saqif dari Bani 'Amar yaitu 'Amar bin Umair. Setelah Islam datang mereka masih mempunyai sisa riba yang besar dan mereka ingin menagihnya. Maka turunlah ayat ini. Menurut riwayat Ibnu Juraij: Bani Saqif telah mengadakan perjanjian damai dengan Nabi Muhammad saw, dengan dasar bahwa riba yang mereka berikan kepada orang lain dan riba yang mereka terima dihapuskan. Setelah penaklukan kota Mekah, Rasulullah saw mengangkat 'Attab bin Asid sebagai gubernur. Bani 'Amr bin Umair bin 'Auf meminjami Mugirah uang dengan jalan riba, demikian pula sebaliknya. Maka tatkala datang Islam, Bani 'Amr yang mempunyai harta riba yang banyak itu, menemui Mugirah dan meminta harta itu kembali bersama bunganya. Mugirah enggan membayar riba itu. Setelah Islam datang, hal itu diajukan kepada gubernur 'Attab bin Asid. 'Attab mengirim surat kepada Rasulullah saw. Maka turunlah ayat ini. Rasulullah menyampaikan surat itu kepada 'Attab, yang isinya antara lain membenarkan sikap Mugirah. Jika Bani 'Amr mau menerima, itulah yang baik, jika mereka menolak berarti mereka menentang Allah dan Rasul-Nya.
Sumber : Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia