Dalam ayat ini diterangkan bahwa Tuhan yang memegang kekuasaan kerajaan dunia dan kerajaan akhirat serta menguasai segala sesuatunya itu, adalah Tuhan yang menciptakan kematian dan kehidupan. Hanya Dia yang menentukan saat kematian setiap makhluk. Jika saat kematian itu telah tiba, tidak ada suatu apa pun yang dapat mempercepat atau memperlambatnya barang sekejap pun. Demikian pula keadaan makhluk yang akan mati, tidak ada suatu apa pun yang dapat mengubahnya dari yang telah ditentukan-Nya. Allah berfirman: Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (al-Munafiqun/63: 11) Tidak seorang pun manusia atau makhluk hidup lain yang dapat menghindarkan diri dari kematian yang telah ditetapkan Allah, sebagaimana firman-Nya: Dimanapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. (an-Nisa'/4: 78) Demikian pula dinyatakan bahwa Allah yang menciptakan kehidupan. Maksudnya ialah bahwa Dialah yang menghidupkan seluruh makhluk hidup yang ada di alam ini. Dialah yang menyediakan segala kebutuhan hidupnya dan Dia pula yang memberikan kemungkinan kelangsungan jenis makhluk hidup itu, sehingga tidak terancam kepunahan. Kemudian Dia pula yang menetapkan lama kehidupan suatu makhluk dan menetapkan keadaan kehidupan seluruh makhluk. Dalam pada itu, Allah pun menentukan sampai kapan kelangsungan hidup suatu makhluk, sehingga bila waktu yang ditentukan-Nya itu telah berakhir, musnahlah jenis makhluk itu sebagaimana yang dialami oleh jenis-jenis hewan purba. Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah menciptakan kematian dan kehidupan adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang beriman dan beramal saleh dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad dan siapa pula yang mengingkarinya. Dari ayat di atas dipahami bahwa dengan menciptakan kehidupan itu, Allah memberi kesempatan yang sangat luas kepada manusia untuk memilih mana yang baik menurut dirinya. Apakah ia akan mengikuti hawa nafsunya, atau ia akan mengikuti petunjuk, hukum, dan ketentuan Allah sebagai penguasa alam semesta ini. Seandainya manusia ditimpa azab yang pedih di akhirat nanti, maka azab itu pada hakikatnya ditimpakan atas kehendak diri mereka sendiri. Begitu juga jika mereka memperoleh kebahagiaan, maka kebahagiaan itu datang karena kehendak diri mereka sendiri sewaktu hidup di dunia. Berdasarkan ujian itu pula ditetapkan derajat dan martabat seorang manusia di sisi Allah. Semakin kuat iman seseorang semakin banyak amal saleh yang dikerjakannya. Semakin ia tunduk dan patuh mengikuti hukum dan peraturan Allah, semakin tinggi pula derajat dan martabat yang diperolehnya di sisi Allah. Sebaliknya jika manusia tidak beriman kepada-Nya, tidak mengerjakan amal saleh dan tidak taat kepada-Nya, ia akan memperoleh tempat yang paling hina di akhirat. Kehidupan duniawi adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang selalu menggunakan akal dan pikirannya memahami agama Allah, dan memilih mana perbuatan yang paling baik dikerjakannya, sehingga perbuatannya itu diridai Allah. Juga untuk mengetahui siapa yang tabah dan tahan mengekang diri dari mengerjakan larangan-larangan Allah dan siapa pula yang paling taat kepada-Nya. Ayat ini mendorong dan menganjurkan agar manusia selalu waspada dalam hidupnya. Hendaklah mereka selalu memeriksa hati mereka apakah ia benar-benar seorang yang beriman, dan juga memeriksa segala yang akan mereka perbuat, apakah telah sesuai dengan yang diperintahkan Allah atau tidak, dan apakah yang akan mereka perbuat itu larangan Allah atau bukan. Jika perbuatan itu telah sesuai dengan perintah Allah, bahkan termasuk perbuatan yang diridai-Nya, hendaklah segera mengerjakannya. Sebaliknya jika perbuatan itu termasuk larangan Allah, maka jangan sekali-kali melaksanakannya. Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia Mahaperkasa, tidak ada satu makhluk pun yang dapat menghalangi kehendak-Nya jika Ia hendak melakukan sesuatu, seperti hendak memberi pahala orang-orang yang beriman dan beramal saleh atau hendak mengazab orang yang durhaka kepada-Nya. Dia Maha Pengampun kepada hamba-hamba-Nya yang mau bertobat kepada-Nya dengan menyesali perbuatan dosa yang telah dikerjakannya, berjanji tidak akan melakukan dosa itu lagi serta berjanji pula tidak akan melakukan dosa-dosa yang lain. Pada ayat ini, Allah menyebut secara bergandengan dua macam di antara sifat-sifat-Nya, yaitu sifat Mahaperkasa dan Maha Pengampun, seakan-akan kedua sifat ini adalah sifat yang berlawanan. Sifat Mahaperkasa memberi pengertian memberi kabar yang menakut-nakuti, sedang sifat Maha Pengampun memberi pengertian adanya harapan bagi setiap orang yang mengerjakan perbuatan dosa, jika ia bertobat. Hal ini menunjukkan bahwa Allah yang berhak disembah itu benar-benar dapat memaksakan kehendak-Nya kepada siapa pun, tidak ada yang dapat menghalanginya. Dia mengetahui segala sesuatu, sehingga dapat memberikan balasan yang tepat kepada setiap hamba-Nya, baik berupa pahala maupun siksa. Dengan pengetahuan itu pula, Dia dapat membedakan antara orang yang taat dan durhaka kepada-Nya, sehingga tidak ada kemungkinan sedikit pun seorang yang durhaka memperoleh pahala atau seorang yang taat dan patuh memperoleh siksa. Allah tidak pernah keliru dalam memberikan pembalasan. Firman Allah lainnya yang menyebut secara bergandengan kabar peringatan dan pengharapan itu ialah: Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (al-hijr/15: 49-50)
Sumber : Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia