Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad bahwa perempuan-perempuan yang menyatakan keimanan dan ketaatannya harus berjanji bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak akan mencuri harta orang lain, tidak akan berzina, tidak akan menggugurkan anak dalam kandungannya, dan tidak akan mengerjakan yang dilarang, seperti meratapi orang mati dengan mengoyak-ngoyak pakaian, dan sebagainya. Bila mereka telah berjanji, maka pernyataan iman mereka harus diterima. Nabi juga diperintahkan untuk mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan mendapat ampunan Allah dan pahala dari-Nya jika mereka konsekuen melaksanakan janji mereka itu. Nabi juga diminta untuk berdoa kepada Allah agar dosa-dosa mereka diampuni, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari 'Urwah bin Zubair bahwa 'Aisyah berkata, "Rasulullah saw menguji perempuan yang hijrah sesuai ayat: ya ayyuhan-nabiyy idha ja'akal-mu'minat¦..innallaha gafurur-rahim. Barang siapa yang telah memenuhi syarat-syarat di atas, berarti perempuan itu telah mengikrarkan pernyataan bahwa dirinya beriman." Diriwayatkan pula oleh 'Urwah bin Zubair dari 'Aisyah, ia berkata, "Telah datang Fathimah binti 'Utbah untuk menyatakan keimanannya kepada Rasulullah, maka beliau meminta ia berjanji tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak menggugurkan kandungannya, maka Fathimah merasa malu menyebut janji itu sambil meletakkan tangan di atas kepalanya." Maka 'Aisyah berkata, "Hendaklah engkau akui yang dikatakan Nabi itu. Demi Allah, kami tidak menyatakan keimanan kecuali dengan cara demikian." Fathimah melaksanakan yang diminta 'Aisyah itu, lalu Nabi menerima pengakuannya. Menurut riwayat yang lain bahwa Nabi Muhammad banyak menerima pernyataan beriman dari para perempuan ketika penaklukan Mekah. Di antara yang menyatakan keimanannya itu terdapat Hindun binti 'Utbah, istri Abu Sufyan, kepala suku Quraisy.
Sumber : Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia