Allah menurunkan hujan dari langit sesuai dengan keperluan untuk menghidup-suburkan tanam-tanaman dan tumbuh-tumbuhan. Dia menurunkan hujan tidak lebih dari yang diperlukan sehingga tidak melimpah ruah melampaui batas dan akhirnya menjadi bencana, seperti halnya air bah yang merusak dan membinasakan, dan tidak pula terlalu sedikit sehingga tidak mencukupi kebutuhan untuk kesuburan tanam-tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan kering dan layu, dan mengakibatkan timbulnya bencana kelaparan yang menimpa makhluk Allah di mana-mana. Dengan turunnya hujan dari langit sesuai dengan kadar yang diperlukan, maka hidup dan makmurlah negeri yang telah mati yang tidak lagi ditumbuhi tanam-tanaman dan pohon-pohonan. Sebagaimana Allah kuasa menghidupkan negeri yang telah mati, begitu pula Dia kuasa menghidupkan dan mengeluarkan orang-orang mati itu dari kubur dalam keadaan hidup, sebagaimana firman Allah: Dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu dihidupkannya bumi setelah mati (kering). (ar-Rum/30: 24) Dan firman-Nya: Maka Kami arahkan awan itu ke suatu negeri yang mati (tandus) lalu dengan hujan itu Kami hidupkan bumi setelah mati (kering). Seperti itulah kebangkitan itu. (Fathir/35: 9) Apa yang dikemukakan oleh ayat ini dibuktikan oleh ilmu pengetahuan yang ditemukan manusia saat ini. Diperkirakan dalam waktu satu detik, sebanyak 16 juta ton air menguap dari bumi. Menggunakan angka ini, maka diperhitungkan akan adanya 513 triliun ton air yang menguap dari bumi dalam setahun. Angka ini ternyata sama dengan perhitungan mengenai jumlah air hujan yang turun dalam setahun. Dengan demikian, air melakukan sirkulasi yang seimbang secara terus-menerus. Kehidupan di bumi sangat bergantung pada keberlanjutan siklus air yang demikian ini. Walaupun banyak teknologi mencoba mengintervensi siklus alami ini, seperti membuat hujan buatan, pada kenyataannya siklus air tidak dapat dibuat secara artifisial. Proporsi air hujan tidak hanya penting dalam bentuk jumlahnya, tetapi juga kecepatan turunnya butir air hujan [menurut ukuran yang diperlukan]. Kecepatan butir air hujan tidak melebihi kecepatan standar, tidak peduli berapa ukuran butir air hujan itu. Umumnya butiran air hujan mempunyai diameter 4,5 mm. Kecepatannya sekitar 8 meter per detik. Pada ukuran yang lebih kecil, tentunya kecepatannya lebih rendah. Pada ukuran butiran yang lebih besar dari 4,5 mm, tidak berarti kecepatannya makin tinggi. Kecepatannya tetap, yaitu sekitar 8 meter per detik. Hal ini disebabkan karena bentuk butiran yang cair itu akan berinteraksi dengan udara dan angin sehingga bentuk butir air itu berubah sedemikian rupa yang mengakibatkan kecepatan jatuhnya menurun dan tidak melebihi kecepatan standar. Menghidupkan negeri yang mati dengan air (hujan) dari langit telah difirmankan pada Surah Fussilat/41: 39, bahwasanya dengan diturunkan hujan di daerah yang tandus maka daerah tersebut akan (bisa, dengan kehendak Allah) ditumbuhi pepohonan. Pada ayat ini ditekankan bahwa air dari langit diturunkan menurut kadar tertentu. Kebangkitan manusia setelah alam kubur sering diibaratkan dengan menghidupkan tanah yang tandus dengan air hujan. Perumpamaan ini dapat kita bandingkan dengan tumbuhnya biji-bijian atau spora liar yang terbawa tiupan angin dan terserak di atas tanah yang kering. Apabila tanah yang kering ini mendapat siraman hujan dengan jumlah yang cukup [menurut ukuran yang diperlukan], maka biji-biji tersebut akan tumbuh menjadi kecambah-kecambah dan kemudian menjadi tumbuhan. Apabila curah hujan sangat banyak maka biji-bijian atau spora yang menjadi bakal benih tumbuh-tumbuhan akan hanyut terbawa aliran air. Seandainya aliran air tidak sampai menghanyutkan, tetapi bila kadar kelembaban air dalam tanah terlalu berlebih maka biji-bijian tidak akan tumbuh menjadi kecambah, malahan akan membusuk. Semuanya menurut ukuran.
Sumber : Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia