Untuk memperkuat kebenaran cerita itu mereka membawa baju Yusuf yang telah berlumuran darah dan mereka berkata kepada ayahnya, "Inilah bukti kebenaran kami." Padahal, darah yang melekat pada baju itu bukanlah darah Yusuf. Yakub melihat dan memperhatikan baju itu. Didapatinya baju itu hanya berlumuran darah saja, tetapi masih utuh tak ada yang robek dan tak ada pula yang berlubang-lubang bekas cakaran dan gigitan serigala, pasti saudara-saudaranya inilah yang telah berbuat aniaya terhadapnya, lalu ia berkata kepada mereka, "Aku tidak percaya sama sekali akan ceritamu yang dibuat-buat itu dan aku yakin bahwa jiwamu yang jahat dan kotor, telah mempengaruhi dan mendorongmu untuk melakukan penganiayaan terhadap saudaramu sendiri." Tetapi apalah daya seorang ayah yang telah tua terhadap anak-anaknya yang sudah besar dan kuat. Dia tidak dapat berbuat apa-apa lagi kecuali menahan rasa amarah dan menekan perasaan hatinya yang amat kecewa dan sedih itu. Kini anaknya yang paling dicintainya dan kepadanya dia selalu menggantungkan harapan sudah tak ada lagi di sampingnya karena tindakan anak-anaknya sendiri. Apakah dia akan menuntut balas ataukah dia akan menyelidiki sendiri ke mana anaknya itu sebenarnya, sedang dia tidak berdaya lagi. Dalam keadaan seperti itu tidak ada yang lebih baik baginya kecuali bersabar dan tawakal sepenuhnya kepada Allah. Jalan inilah yang dipilih Yakub meskipun ia tetap sedih dan tetap menangis atas kehilangan jantung hatinya. Ia tidak percaya sama sekali akan cerita anak-anaknya. Oleh karena itu, ia berserah diri kepada Allah dan selalu memohon pertolongan-Nya agar anaknya Yusuf diselamatkan dari segala marabahaya.
Sumber : Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia