Allah menjelaskan bahwa seandainya tiap-tiap orang yang menganiaya diri mereka dengan mempersekutukan Allah dengan tuhan-tuhan yang lain, mempunyai seluruh kekayaan yang ada di bumi, dan diberi kesempatan kepada mereka untuk menebus diri mereka, agar mereka selamat dari siksa Allah dengan seluruh kekayaan yang mereka miliki, tentulah kesalahan mereka tidak seimbang dengan tebusan mereka itu. Apalagi pada saat itu tobat atau tabusan tidak dapat diterima lagi. Tidak ada perlindungan lagi bagi mereka untuk menyelamatkan diri dari siksaan Allah. Namun demikian, mereka berusaha menyembunyikan penyesalan itu. Hal yang demikian itu karena mereka telah benar-benar menyadari bahwa segenap usaha yang mereka lakukan tidak ada gunanya lagi, baik ia menjerit sekuat-kuatnya atau membungkam seribu bahasa. Pada saat itu keputusan Allah telah ditetapkan di antara mereka dengan seadil-adilnya. Mereka akan merasakan balasan dari seluruh tindakan mereka, yang secara fanatik mengikuti nenek moyang mereka yang tetap bergelimang dalam kemusyrikan. Apabila mereka mendapat siksaan serupa itu tidaklah dapat dikatakan bahwa Allah menganiaya mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya diri mereka. Siksaan Allah yang akan menimpa mereka itu digambarkan sebagai berikut: Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (orang kafir) azab yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata, "Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah." (an-Naba/78: 40) Dan firman-Nya: Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). (al-Furqan/25: 28) Dan firman-Nya: Sungguh, dia telah menyesatkan aku dari peringatan (Al-Quran) ketika (Al-Quran) itu telah datang kepadaku. Dan setan memang pengkhianat manusia. (al-Furqan/25: 29)
Sumber : Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia